Bani Ibrahim Al Ghozali - Polorejo

Polorejo adalah sebuah nama Desa yang terletak di Ponorogo bagian utara, lebih tepatnya lagi Polorejo bertempat di baratnya terminal baru Selo Aji Ponorogo. Di desa ini terdapat masjid tua yang memiliki sejarah begitu panjang yaitu Masjid Ibrahim Al Ghozali, nama masjid ini sesuai dengan pendirinya yaitu KH. Ibrahim putra dari Al Ghozali Cokromenggalan.
Sedangkan maksud dan tujuan pembuatan blog ini adalah untuk menyambung silaturrahmi para anak cucu keturunan Bani Ibrahim Al Ghozali yang kini sudah menyebar ke berbagai daerah dan bahkan sudah sampai luar negeri. Semoga adanya blog ini bisa bermanfaat bagi keluarga khususnya dan bagi para pengunjung dan pembaca pada umumnya.

Makna Silaturahmi

Oleh Buya Yahya

Semarak hari raya idul fitri kita saksikan. Tradisi mudik, saling berziarah dan halal bihalal mewarnai suasana idul fitri di negri tercinta ini, tentu menelan biaya yang amat besar. Ada yang mereka cari, akan tetapi tidak semua dari mereka menemukan apa yang mereka cari. Ada yang mereka rindukan, akan tetapi tidak semua dari mereka menemukan yang mereka rindukan. Mereka mencari cinta disla-sela kesibukannya. Mereka merindukan cinta ditengah-tengah kekerasan dan kebejatan sebagian bangsa manusia. Mereka tidak butuh gebyar lahir, marak hari raya dan bebagai tradisi yang yang tidak menghadirkan makna cinta. Ada yang perlu dicermati apa yang menjadikan cinta tidak kunjung terwujud dalam kebersamaan bangsa ini, kendati aktivitas lahir penyambung hati sudah dilaksanakan. Cinta tersembunyi dibalik tabir kedengkian, kesombongan, dan kerakusan yang tak terkendalikan, maka sesemarak apapun gebyar silaturahmi lahir kita adakan, jika tabir-tabir tersebut tidak disingkap dan disingkirkan sungguh sinar cinta tidak kunjung memancar di hati kita.

Fudhail Bin ‘Iyadh

Tobat, Gara-gara Wanita Cantik

Pada masanya, Fudhail bin ‘Iyadh adalah seorang yang paling ‘abid, zuhud, wara’, serta paling mengenal Allah SWT.
Sebelumnya, beliau adalah seorang penyamun yang suka membegal orang. Sebab-sebab tobatnya ialah karena pada suatu hari ia tertarik oleh seorang wanita yang sangat cantik. Ketika beliau sedang memanjat tembok rumah wanita itu untuk melampiaskan keinginannya terhadap wanita itu, tiba-tiba terdengar olehnya suara orang yang sedang membaca Al-Qur’an yang artinya:
“Belumlah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (S. Al-Hadid, 16).
Ayat tersebut menembus hati sanubarinya dan sangat mempengaruhinya, sehingga ia menjadi sadar akan dirinya yang telah terperosok selama ini. Lalu ia berkata, “Oh Tuhan, telah tiba sekarang waktunya.” Ia pun bertobat dengan setulus-tulusnya.
Lalu ia hendak pulang ke rumahnya. Tetapi karena hari telah larut malam, ia pun pergi ke suatu reruntuhan. Tiba-tiba tampak olehnya serombongan musafir. Sebagian dari mereka berkata, “Ayo kita berangkat.”
Yang lain menjawab, “Jangan, lebih baik tunggu sampai pagi. Sebab, pada malam-malam seperti inilah Fudhail menjalankan aksinya.” Mendengar percakapan mereka itu, Fudhail lalu menampakkan dirinya sambil berkata, “Akulah Fudhail. Tetapi sekarang, aku telah bertobat dan tidak akan menyamun lagi.”
Banyak ulama memulai tulisannya dengan menceritakan hikayat orang-orang seperti Fudhail ini. Misalnya, Imam Qusyairi. Hal itu disebabkan oleh perbuatan mereka yang semula kurang baik kemudia mereka bertobat dan menjadi orang yang paling baik. Imam Qusyairi memulai pengajarannya dengan hikayat orang-orang seperti Fudhail ini, dengan harapan semoga murid-muridnya yang dahulunya banyak melakukan dosa tidak menjadi putus asa. Kalau saja ia memulai dengan hikayat orang-orang yang sejak mudanya telah tekun berbuat ibadah, seperti al-Junaid dan Sahal bin Abdullah, maka tentu akan ada yang berkata, “Siapa yang akan dapat menandingi mereka yang tidak pernah melakukan perbuatan dosa?” Oleh karena itu, setiap orang dianjurkan agar tidak mudah berputus asa dari rahmat Allah dan agar berbaik sangka kepada-Nya, sambil mengharapkan taufiq dan hidayah-Ny untuk berbuat taat dan melepaskan diri dari belenggu nafsu syahwat dan kelalaian, sehingga termasuk kedalam golongan orang-orang arif. (m.muslih albaroni)

Masdar: Tak pantas Kepentingan Bisnis Menggilas Situs Sejarah

BERKAITAN PENGGUSURAN MAKAM KRAMAT PRIOK

Jakarta, RABIGH
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas’udi meminta pemerintah DKI Jakarta tidak menggunakan ’tangan besi’ dalam menjalankan penggusuran areal sekitar makam Almarhum Habib Al Haddad Al Maghfurlah atau Mbah Priok.

Menurutnya, apapun alasannya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Satpol PP DKI tidak bisa diterima. ”Itu bukan saja pelanggaran norma keadaban tapi sudah merupakan kejahatan dan kebiadaban," katanya kepada NU Online di Jakarta, Rabu (14/4).
”Dimohon otoritas DKI segera turun tangan untuk mencegah hal sejenis, sekarang dan seterusnya. Ini negara hukum, bukan negara tangan besi. Tidak ada yang bisa diselesaikan secara hukum. Apalagi jika mau sedikit menambah dengan akal sehat dan kesantunan,” katanya.

Pihak pemerintah DKI perlu mempertimbangkan aspirasi dari elemen masyarakat. Apalagi penggusuran itu meyanngkut situs sejarah, petilasan dan maqam tokoh Islam yang sangat berjasa dan dihormati.

”Tidak pantas kepentingan bisnis yang memang tidak pernah ada puasnya dibiarkan menggilas saksi-saksi budaya dan keagamaan. Lebih-lebih untuk bangsa yang menjunjung tinggi agama dan keadaban,” katanya.

Keperihatinan serupa disampaikan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta. PWNU DIY menyatakan, apapun latar belakangnya, kekerasan kolektif yang terjadi antara aparat keamanan negara dengan masyarakat Kultural tersebut sungguh tidak bisa ditolerir.

“PWNU DIY mendesak pemerintah untuk secara cepat mengusut tuntas kasus yang terjadi dengan mempertimbangkan keyakinan dan hati nurani kaum Muslimin setempat dengan menindak tegas aparat dan institusi keamanan terkait yang dengan segala arogansi dan ketidakcermatan operasional telah melakukan kecerobohan sosial sangat fatal,” demikian dalam rilis pers PWNU DKI.

PWNU DIY juga mengimbau kepada pihak pemerintag untuk sesegera mungkin melakukan perombakan modus, model dan pendekatan pembangunannya dengan memperhatikan kondisi sosiokultural setempat secara lebih sepadan. (nam)

SAYYID ABBAS AL MALIKI AL HASANI DARI MAKKAH SINGGAH DI LIRBOYO

Kediri.Lirboyo.com-Sebagai rangkaian lawatan keluar negeri, Sayyid Abbas Al Maliki Al Hasani, berkenan singgah di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri (14/04), setelah sebelumnya melakukan kunjungan di Pondok Pesantren Jampes Kediri. Ulama’ besar dari Makkah Almukaromah ini berkunjung di Indonesia setelah 25 hari lamanya, melakukan kunjungan silaturrohim ke negara Britania Raya.
Sayyid Abbas tiba tepat pukul 16.00 Wib dan disambut oleh pengasuh PP. Lirboyo, KH. Ahmad Idris Marzuqi, KH. Imam Yahya Mahrus, KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus, di gerbang Utama Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, selanjutnya Sayyid Abbas di daulat untuk memberikan Mauidzhoh Hasanah kepada ribuan santri PP. Lirboyo, diserambi masjid Lirboyo.

Dalam kesempatan tersebut Sayyid Abbas berpesan agar para santri senantiasa meningkatkan rasa cintanya kepada Nabi Besar Muhammad Saw dalam segala hal “ Kalian semua harus berusaha untuk terus meneladani dan mencintai Nabi Muhamad SAW,”. lebih lanjut Sayyid Abbas menceritakan keakraban orang tua Sayyid Abas dengan KH. Mahrus Aly dan KH. Marzuqi dahlan, yang terjalin pada saat keduanya menunaikan ibadah Haji, sehingga bisa dikatakan kehadiran beliau ini merupakan upaya untuk merekatkan kembali tali silaturohmi.

Menurut salah seorang pengurus pondok pesantren Lirboyo. M. Khoirun Niam ketika dikonfirmasi oleh redaksi Lirboyo.com, menjelaskan “ kehadiran sayyid abbas dilirboyo ini merupakan kunjungan beliau yang kedua, dimana pada tahun 2008 silam Sayyid Abbas pernah berkunjung kelirboyo dengan agenda yang sama.”.



Usai memberikan Mauidzoh Hasanah didepan para santri, Sayyid Abbas berkenan singgah sejenak di kediaman KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus, untuk beramah tamah denan segenap keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo.