Pendidikan Indonesia Ciptakan Manusia Pekerja

Jombang, Rabigh Online
Pendidikan di Indonesia tak mampu menciptakan lulusan sekolah yang mempunyai jiwa mandiri, kreatif dan tangguh dalam menghadapi persaingan usaha. Sistem pendidikan yang diterapkan selama ini hanya mampu menciptakan manusia bermental pekerja.

Desain pendidikan yang diterapkan di Indonesia hanya mengarahkan peserta didik sebagai lulusan yang siap memenuhi permintaan dunia kerja. Siswa didik hanya disiapkan untuk menjadi worker dan bukan learner atau manusia pembelajar.
Pernyataan tersebut terungkap dalam dialog pendidikan bertajuk masa depan pelajar setelah lulus sekolah, di Aula Undar Jombang, Jawa Timur, Sabtu (13/6) siang lalu, sebagaimana dilaporkan kontributor NU Online Nur Hasanah.

Diskusi diselenggarakan oleh organisasi pelajar NU (IPNU dan IPPNU) serta Lembaga Kajian & Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU Jombang.

Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya Mardiyah dalam kesempatan itu menyatakan, untuk meningkatkan kualitas lulusan sekolah, pelaksanaan pendidikan harus diarahkan pada peningkatan kemandirian siswa serta kemampuan melakukan adaptasi dalam berbagai situasi.

“Seharusnya generasi muda saat ini diajak untuk lebih adaptif terhadap perubahan dan berpikir tentang masa depan yang lebih baik, bukan di didik menjadi kuli,” kata Mahasiswa program doktor di UIN Malang itu.

Mardiyah menambahkan, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah perlu mendesain ulang model pelaksanaan pendidikan yang diterapkan selama ini agar para lulusan pendidikan tak hanya mampu menjadi manusia pekerja. Selain itu, kualitas para guru juga perlu ditingkatkan.

“Yang lebih penting lagi adalah peningkatan kualitas guru, karena guru pada dasarnya adalah pencipta pola pikir siswa,” katanya.

Senada dengan Mardiyah, Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian NU Jombang, Muhammad Subhan, mengatakan proses pelaksanaan pendidikan di Indonesia perlu dievaluasi kembali karena minimnya jumlah lulusan sekolah yang memiliki kegemaran berfikir. Pendidikan di Indonesia, kata Subhan, sudah saatnya melahirkan para pemikir dan bukan lagi sekedar lulusan yang bermental pekerja.

“Tradisi berpikir memakai otak sudah mulai terkikis di kalangan pelajar, contohnya soal pertanian. Petani yang seharusnya mampu mengolah bahan alam sampai menjadi produksi hasil pertanian, tapi kenyataan saat ini petani hanyalah sekedar kuli tanam. Sehingga banyak generasi muda yang tidak mau menjadi petani,” ungkap Subhan

Padahal, lanjut Subhan, jika dikelola secara baik, pertanian bisa menghasilkan pendapatan yang lebih dari cukup daripada sekedar menjadi buruh pabrik.

Sebelumnya, Suyono, staff Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Jombang mengatakan, kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah dalam pendidikan adalah meningkatkan kualitas siswa dengan spesialisasi kemampuan tertentu melalui sekolah kejuruan.

“Kebijakan baru dalam pendidikan adalah 70% sekolah kejuruan dan 30% SMA. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa-siswi yang akan siap bekerja dan agar nantinya akan bisa diterima dalam dunia usaha dan industri,” katanya.

Sementara itu, Supirman Kusminarno, Psikolog remaja dari lembaga Paramitra Jombang, mengatakan bahwa setiap anak pelajar memiliki bakat dan potensi yang berbeda. Pengembangan bakat dan potensi masing-masing pelajar dapat dilakukan jika model pendidikan yang diterapkan memberi ruang yang cukup bagi anak untuk berkembang.

“Sebenarnya bakat setiap anak itu bisa dikembangkan dengan adanya dukungan dari orang tua, guru, keluarga dan pastinya harus ada kemauan dari anaknya sendiri,” ungkap anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang ini. (yus)

0 komentar:

Posting Komentar