Fastabiqul Khairat

Oleh : KH. Nasaruddin Umar

BERLOMBA-lombalah ke dalam kebajikan, demikian arti QS al-Baqarah/2 :148 yang menjadi topik tulisan ini. Redaksi yang mirip juga ditemukan dalam QS al-Maidah/5:2: Berlomba-lombalah ke dalam urusan kebaikan dan ketakwaan dan jangan berlomba-lomba ke dalam dosa dan permusuhan. Kedua ayat ini mungkin sangat relevan untuk diangkat guna menyikapi munculnya selebriti media pekan-pekan terakhir ini. Energi publik seperti tersedot untuk menyaksikan pemberitaan berbagai media menyangkut kasus sejumlah oknum.

Instititusi pemerintah dan oknum dibalik institusi tersebut dibuka secara vulgar bahkan ada yang cenderung masuk ke dalam kategori pornoaksi, pemberitaannya diperdengarkan ke seluruh Tanah-Air tanpa sedikitpun mengalami sensor. Pemberitaannya pun ditayangkan berulang-ulang yang didengarkan oleh warga bangsa dengan segala jenis umur.
Pertarungan masing-masing kelompok sedemikian gencar saling menjatuhkan satu sama lain. Bahkan kelompok pihak ketiga yang diminta menangani dan atau mendampingi kasus ini tidak mau kalah vurgar. Tidak ada lagi rahasia. Terjadi atau tidaknya sangkaan dan tuduhan itu dibelakang persoalan, yang penting sudah menjadi head line. Sama sekali tidak terfikirkan bahwa dibalik pemberitaan vulgar itu ada puluhan anak-istri dan karib kerabat yang ikut terpukul dengan pemberitaan itu. Sampai-sampai ada yang strok, stres, dan gagal ginjal karenanya. Mereka hanya bisa dan bersujud dengan memohon perlindungan dan pertolongan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Terlepas siapa yang salah dan siapa yang bernar, media kita telah berhasil mempertontonkan aib putra-putri terbaik bangsanya sendiri di mata orang lain. Akibatnya ruang publik kita sudah dipenuhi dengan energi negatif, yang tidak memungkinkan lahirnya kreasi produktif untuk kejayaan anak-anak bangsa masa depan. Kita sibuk mempertontonkan aib sesama sambil bersorak menyaksikan tersungkurnya orang lain yang di mata Tuhan belum tentu salah. Institusi-institusi pemerintah yang sekian lama dibangun dengan susah payah berangsur-angsur jatuh ke kelas mustadhafin. Apa jadinya sebuah bangsa jika institusi pemerintahnya mengalami kelemahan. Siapa lagi yang akan menjadi pelindung warga, siapa lagi yang akan membela kebenaran dan menjatuhkan sanksi kepada mereka yang bersalah?

Ironisnya, para pihak masing-masing membela diri dengan melibatkan nama Allah sebagai materi sumpah. Tuhanpun diseret-seret ke dalam kasus ini. Bisa dimaklumi jika seseorang hidupnya terpojok lantas berteriak memanggil nama-Nya. Tetapi kita juga menyayangkan nama-nama Tuhan begitu mudah dilibatkan dalam suatu kasus yang sangat rendah. Sumpah dengan menyebut nama Tuhan seperti wallahi, billahi, atau tallahi¸ mestinya tidak segampang itu untuk diumbar. Apalagi kalau hanya digunakan untuk menutupi aib yang bersangkutan.

Sebaiknya mereka yang terlibat jangan meligitimasi kesalahannya dengan nama-nama Allah sebab itu hanya akan menambah kepedihan dirinya sendiri. Selain berdosa karena mungkin memang terlibat, tersiksa lagi dengan sumpah palsu atas nama Tuhan. Lain halnya kalau memang betul-betul yang bersangkutan tidak terlibat, lantas berteriak memanggil Tuhan, karena tidak ada lagi nama lain yang bisa mereka panggil selain Tuhan. Hati-hati dengan orang seperti ini sebab menurut Hadis Nabi, orang yang teraniaya tidak ada jarak dengan Tuhannya. Bisa saja musibah dan siksaan Allah turun menimpa semua, baik yang terlibat maupun yang tidak terlibat dengan kasus itu. Mari kita mengingat sekaligus mengamalkan makna dan hakekat kedua ayat di atas. (Nasaruddin Umar)

1 komentar: