Anak-anak Muda NU Selenggarakan Pesantren Ramadhan dan Santunan YatimPiatu

Jakarta, rabigh
Banyak di antara unsur kader muda NU yang terus aktif berjuang mempertahankan dan mengembangkan ideologi Ahlussunnah Waljamaah kepada masyarakat. Salah satu di antara mereka adalah anak-anak muda NU di Jakarta yang bergabung dalam komunitas-komunitas kecil, seperti Yayasan Jam'iyyatul Ikhwan Paseban Jakarta Pusat.

Anak-anak muda NU ini aktif menyelenggarakan pendidikan kepada generasi Islam di sepanjang bantaran rel kereta api antara Stasiun Senen hingga Jatinegara. Di bulan Ramadhan ini mereka menyelengarakan pesantren Ramadhan dan santunan Yatim Piatu yang berlangsung selama hampir sebulan penuh.
Ketua pelaksana Santunan dan Pesantren Ramadhan, Yusrul Hana mengatakan, pesantren dan santunan ini bertujuan untuk mempertahankan praktik-praktyik Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang rahmatan lil'alamin kepada para generasi Islam.

"Dalam hal ini, kami anak-anak muda NU lebih memfokuskan pembinaan kepada anak-anak kurang mampu di lingkungan bantara rel kereta api. Kami berharap, kondisi mereka yang rentan tidak menimbulkan efek negatif berlebihan bagi masa depan mereka," terang Yusrul.

Lebih lanjut, Yusrul menambahkan, jika tidak dididik, bukan mustahil mereka akan dididik oleh kelompok-kelompok Islam yang berhaluan keras, sehingga situasi jalanan mereka rentan dijadikan pemicu untuk berlaku anarkis atas nama agama.

"Karenanya, kita berjuang sebisa mungkin untuk mengenalkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah sedini mungkin kepada mereka untuk menghindari penyesatan-penyesatan oleh kelompok lain," tandas Yusrul. (min)

Sinetron tidak Menjunjung Keberadaban

Yogyakarta, rabigh
Penulis novel Habibburrahman El Shirazi menilai tayangan sinetron yang menghiasi layar kaca menyuguhkan tontonan yang tidak menjunjung nilai-nilai keberadaban.

"Tayangan sinetron saat ini justru akan merusak generasi muda, sehingga Indonesia tidak akan menjadi bangsa yang besar," kata novelis yang kerap disapa Kang Abik, di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, sinetron yang sudah tidak menyuguhkan nilai-nilai keberadaban akan membuat generasi muda Indonesia semakin tercerabut dari akar budaya bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral.

"Kami sudah merasa resah dengan perilaku generasi muda saat ini, salah satunya adalah sudah mulai meninggalkan nilai-nilai nasionalisme bangsa," katanya.

Pemerintah, kata novelis asal Semarang itu, harus segera turun tangan menyikapi tayangan sinetron yang semakin malang-melintang pada jam-jam tayang utama.Aktris senior Indonesia, Nani Wijaya mengatakan, penilaian sinetron atau film sudah tidak lagi memberikan pendidikan kepada generasi muda diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat.

"Sebenarnya mudah saja, apabila masyarakat sudah tidak suka dengan sebuah tayangan sinetron, maka dapat segera mematikan televisi," katanya.

Ia mengkritisi banyaknya sinetron yang diproduksi hanya sekadar untuk mengejar "rating" yang berorientasi kepada keuntungan bisnis semata.Badan Sensor Film (BSF) sebagai lembaga yang bertugas menjaga kualitas tontonan, khususnya sinetron dan film belum mampu melakukan tugas dengan maksimal, katanya.

"Salah satu penyebabnya adalah ulah dari oknum yang 'bermain' di dalamnya (BSF), sehingga yang perlu berperan adalah generasi muda itu sendiri," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) DIY, Suwarsih Madya mengatakan, penumbuhan karakter generasi muda dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi lokal suatu wilayah.

"Jika generasi muda Indonesia berusaha mengejar teknologi dan mengabaikan potensi lokal, saya justru khawatir mereka akan mengalami kesulitan untuk bersaing dengan negara lain," katanya. (ant/mad)

Gerakan Moral Menuju TV Ramah Keluarga

Jakarta, rabigh
Kian maraknya tayangan televisi yang tidak mendidik, menjadi polemik tersendiri bagi kalangan yang peduli akan hal ini. Komunitas Gerakan Moral Ingin Tayangan TV Yang Positif, adalah salah satunya.

Berakar dari rasa keprihatinan akan hilangnya moral dari tayangan televisi, komunitas yang didirikan oleh Bertha Suranto ini, berupaya menyuarakan kepada masyarakat dan para pelaku industri pertelevisian, agar lebih selektif dalam memilih, merancang, dan menayangkan program-program tayangan televisi.
"Aksi nyata kami adalah selektif, pahami, pilah dan pilih, guna menuju tv ramah keluarga," ujar Aqiedah Wahyuni, ketua umum Gerakan Moral Ingin Tayangan TV Yang Positif, dalam siaran pers yang dikirimkan ke media, Selasa (4/8).

Tindakan selektif yakni, menyaring, memahami, memilah dan memilih isi tayangan program televisi yang ditonton. Dengan sasaran akhir yang dituju yaitu menciptakan televisi ramah keluarga. "Yang dapat menjadi sahabat keluarga, maksudnya mengandung unsur edukasi, hiburan, informasi, inspirasi, motivasi dan pendidikan moral," papar Aqiedah.

Beragam aksi nyata telah dilakukan komunitas ini, diantaranya melakukan pendekatan dengan KPI, pembuatan program tayangan televisi yang positif, pemutaran film dokumenter di televisi lokal dan lainnya.

Aqiedah menjelaskan, "Kami berharap masyarakat awam (pemirsa televisi,red), dan pihak-pihak yang berkecimpung dalam industri televisi dan perfilman, termasuk produsen, serta lembaga-lembaga yang berwenang menangani regulasi pertelevisian".

Komunitas yang beranggotakan 10 ribu orang ini, telah memiliki jaringan luas, diantaranya di Jakarta, seputar Pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Aksi kegiatan mensosialisasikan gerakan moral televisi ini pun dilakukan tanpa batas, "Secara online di facebook maupun secara offline di lapangan," tandasnya. (mad

Sekolah Dilarang Keluarkan Siswa dengan Alasan Biaya

Jakarta, rabigh
Sekolah di Jakarta dilarang mengeluarkan siswa dari keluarga tidak mampu dengan alasan gara-gara tidak mampu berkontribusi biaya.

Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto terkait penyusunan rancangan anggaran dan pendapatan belanja sekolah (RAPBS) SMA/SMK, kemarin.
Menurut dia, dalam penyusunan RAPBS yang dilakukan sekolah (SMA/SMK) Negeri bersama-sama dengan pengurus komite sekolah harus berdasarkan lima pedoman.
Yakni,program sekolah disusun dengan berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan untuk peningkatan mutu berdasarkan kemampuan sekolah dengan selalu mengedepankan aspek transparansi dan akuntabilitas.
Mengedepankan musyawarah dan mufakat yang sebaik-baiknya dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat melalui forum komite sekolah dan orang tua siswa.

Memberikan perhatian dan kemudahan terhadap siswa dari keluarga tidak mampu agar tetap terjaga keharmonisan dan kelancaran proses belajar mengajar dengan tetap mengedepankan mutu pendidikan.
Bersama komite sekolah mencari solusi untuk kelancaran proses pembelajaran, ujarnya.

Selain itu, menurut Taufik, tidak diperbolehkan mengeluarkan peserta didik karena alasan tidak mampu berkonstribusi biaya. RAPBS juga harus disusun berdasarkan skala prioritas program dan kegiatan sekolah dengan prinsip efektifitas dan efesiensi serta memperhatikan tingkat sosial ekonomi peserta didik, pembahasan RAPBS dilakukan pada bulan Agustus, katanya.

Menurut dia, sumber RAPBS, berasal dari iuran yang diperoleh dari masyarakat yang dikenal dengan istilah iuran peserta didik baru (IPDB) bagi siswa SD/SMP Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan SMA/SMK kelas I dibebankan hanya sekali yang ditentukan oleh musyawarah antara kepala sekolah, komite sekolah dan orang tua murid.

Selain itu, berasal dari APBD dan APBN, sedangkan untuk SD dan SMP Negeri non RSBI/SBI tidak dipungut biaya, katanya.

Menurut dia, penggunaan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) dan BOS Buku yang telah disepakati kepala sekolah dan komite sekolah dituangkan dalam APBS dan ditandatangani kepala sekolah dan komite sekolah.
Sekolah mengajukan dana BOS sesuai dengan jumlah siswa ke Tim Manajeman BOS Kab/Kota. Tim Manajemen BOS Kab/Kota mendapat alokasi penerimaan dana BOS untuk masing-masing wilayah Kab/Kota.
Berdasarkan SK penetapan Tim Manajemen BOS wilayah, Tim Manajemen BOS Provinsi menetapkan alokasi dana penerima BOS untuk tingkat provinsi.

Menurut dia, pendataan dilakukan Tim Manajemen BOS Kab/Kota dan alokasi ditetapkan sesuai dengan buku panduan BOS. Adapun alokasi biaya BOS sebagai berikut; SD/SDLB Kota Rp 400.000 per siswa/tahun. Sedangkan SMP/SMPLB/SMPT Kota Rp 575.000 per siswa/tahun. Sedangkan biaya operasional pendidikan (BOP) SD Rp 720.000 per siswa/tahun, BOP SMP Rp 1.320.000 per siswa/ tahun. Dana BOS dari pusat masuk ke rekening penampungan Tim Manajemen BOS Provinsi dan kemudian langsung disalurkan ke rekening sekolah masing-masing.

Sementara itu, Kasi Manajemen SMP/SMA Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Lardi mengatakan Iuran Peserta Didik Baru (IPDB) hanya sekali dalam satu tahun. Itupun untuk SD/SMP RSBI dan SMA/SMK. Sedangkan SD/SMP reguler tidak ada uang iuran, ujarnya.

Demikian pula, IRB (Iuran Rutin Bulanan) bagi siswa dikenakan setiap bulannya bagi sekolah RSBI dan SMA/SMK Negeri karena untuk SMA/SMK itu tidak ada dana BOS dan BOP. (kim/mth)

Keluarga Syekh Ihsan Sesalkan Penggantian Nama Pengarang

Kediri, rabigh
Keluarga Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes di Kediri, Jawa Timur, menyesalkan penggantian nama pengarang kitab Sirajut Thalibin dua jilid oleh penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah Beirut, Lebanon.

Seperti diberitakan di situs ini nama Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri atau lebih dikenal kalangan pesantren sebagai Syekh Ihsan Jampes pengarang kitab Sirajut Thalibin diganti dengan Syekh Ahmad Zaini Dahlan dalam kitab yang diterbitkan oleh Darul Kutub Al-Ilmiyah, dan bahkan kitab versi baru ini sudah beredar di Indonesia.
Cucu Syeh Ihsan Jampes, KH Busrol Karim menyatakan dirinya sudah mengetahui penggantian nama pengarang itu sejak dua tahun yang lalu.

”Saya sudah tahu sejak tahun 2007, tapi ya bagaimana lagi,” katanya saat menghadiri haul KH Masruhin Muhsin di Pondok Pesantren Nurul Amin, Jampes, Kediri, Ahad (19/7) lalu, yang masih merupakan keluarga Syekh Ihsan Jampes.

Berdasarkan penelusuran, kitab Sirajut Thalibin terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyah dicetak untuk pertama kalinya pada 2006 dan pada 2007 sudah beredar di Jakarta.

KH Abidurrahman Masrukhin, Pengasuh Pesantren Nurul Amin Jampes, mengatakan, kitab Sirajut Thalibin bajakan itu bahkan kisi sudah beredar di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, salah satu pesantren terbesar di Jawa.

”Saya pernah akan membeli kitab ini di Lirboyo, tapi kog jadi begitu (pengarangnya diganti, red),” kata Gus Abid, panggilan Akrab KH Abidurrahman Masruhin.

Gus Abid adalah kiai yang mewarisi pengajian kitab Sirajut Thalibin dari ayahnya KH Masruhin yang langsung berguru kepada Syeh Ihsan. Gus Abid mengaji kitab ini pada malam Sabtu, Ahad, dan Senin bersama santri dan masyrakat setempat di masjid Pesantren Nurul Amin.

Pihak keluarga akan mengusut kasus ini dan menuntut pertanggungjawaban penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah, bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat Lajnah ta’lif wan Nasyr (LTN) NU di Jakarta.

KH Irfan Masruhin (Gus Irfan) ditunjuk untuk melaksanakan tugas ini. ”Saya sudah berbicara dengan keluarga, saya yang dipercaya untuk mengurus ini,” kata Gus Irfan (nam)