Posted by Black Cobra 313
Selasa, 15 September 2009
0 comments
Jakarta, rabigh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meluruskan kesalahpahaman di kalangan masyarakat tentang perbedaan metode penentuan 1 Syawal atau bulan-bulan lainnya seperti yang diyakini Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah atau ormas Islam lainnya.
Bagi sebagian masyarakat, Muhammadiyah dikenal menggunakan metode hisab (perhitungan astronomis). Sementara, NU seringkali disebut-sebut hanya menggunakan metode rukyat (pengamatan terhadap bulan sebagai penanda pergantian kalender). Padahal, pandangan tersebut tidak benar.
“Semua (ormas) menggunakan metode hisab. NU juga menggunakan metode hisab untuk menentukan 1 Syawal atau bulan-bulan lainnya. Hanya, selain menentukan melalui metode hisab, NU memerlukan pembuktian, yakni dengan cara rukyat,” terang Ketua MUI, KH Ma’ruf Amin, kepada wartawan di kantor MUI, Jakarta, Selasa (15/9).
Ia mencontohkan penentuan 1 Syawal tahun ini yang diperkirakan sama antara NU dan Muhammadiyah: pada Ahad, 20 September 2009. Hal tersebut terjadi karena proses hisab antara NU dan Muhammadiyah menunjukkan hasil yang sama, yakni perkiraan ketinggian bulan yang sudah mencapai 3-5 derajat pada Sabtu, 19 September malam.
Hal tersebut juga didasari dua pola pendekatan, yakni pendekatan wujudul hilal dan imkanur rukyat.
Wujudul hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapa pun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam.
“Kalau menurut pendekatan wujudul hilal ketinggian minimal untuk melihat hilal, bisa 0,5 derajat atau 1 derajat sudah cukup,” terang Kiai Ma’ruf.
Sedangkan imkanur rukyat adalah kesepakatan Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura tentang ketinggian minimal untuk melihat hilal, yakni, minimal 2 derajat. (rif)
Hukum Shalat Id di Masjid atau di Lapangan
Hukum shalat Idul Fitri dan Idul Adha adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan tetapi tidak wajib). Meskipun ibadah sunnah muakkadah, Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkannya setiap tahun dua kali.
Imam As-Syaukani berkata: "Ketahuilah bahwasanya Nabi SAW terus-menerus mengerjakan dua shalat Id ini dan tidak pernah meninggalkannya satu pun dari beberapa Id. Nabi memerintahkan umatnya untuk keluar padanya, hingga menyuruh wanita, gadis-gadis pingitan dan wanita yang haid.”
“Beliau menyuruh wanita-wanita yang haid agar menjauhi shalat dan menyaksikan kebaikan serta panggilan kaum muslimin. Bahkan beliau menyuruh wanita yang tidak mempunyai jilbab agar saudaranya meminjamkan jilbabnya.”
Shalat Id tidak disyaratkan harus dilaksanakan di Masjid. Bahkan menurut pendapat Imam Malik shalat Id juga baik dilaksanakan di lapangan terbuka. Karena Nabi Muhammad SAW juga melakukan shalat Id di lapangan kecuali karena ada hujan atau penghalang lainnya.
Adapun perbedaan di antara tanah lapang dengan masjid bahwa tanah lapang berada di tempat terbuka, sedangkan masjid berada di dalam sebuah tempat (bangunan) yang tertutup.
عَنْ أَبِي سَعِيْدِ الْخُدْرِي رضي الله عنه قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَ اْلأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى. فَأَوَّلُ شَيْئٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَة، ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُوْمُ مُقَابِلَ النَّاسِ، وَ النَّاسُ جُلُوْسٌ عَلَى صُفُوْفِهِمْ، فَيَعِظُهُمْ وَ يُوْصِيْهِمْ وَ يَأْمُرُهُمْ. فَإِنْ كَانَ يُرِيْدُ أَنْ يَقْطَعَ بَعْثًا قَطَعَهُ، أَوْ يَأْمُرُ بِشَيْئٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ
“Dari Abi Sa'id Al-Khudri RA, ia berkata: "Rasulullah SAW biasa keluar menuju mushalla (tanah lapang/lapangan) pada hari Idul Fitri dan Adha. Hal pertama yang beliau lakukan adalah shalat. Kemudian beliau berpaling menghadap manusia, di mana mereka dalam keadaan duduk di shaf-shaf mereka. Beliau memberi pelajaran, wasiat, dan perintah. Jika beliau ingin mengutus satu utusan, maka (beliau) memutuskannya. Atau bila beliau ingin memerintahkan sesuatu, maka beliau memerintahkannya dan kemudian berpaling ...." (HR. Bukhari 2/259-260, Muslim 3/20, Nasa`i 1/234; )
Mengerjakan shalat Id di mushalla (tanah lapang) adalah sunnah, kerana dahulu Nabi SAW keluar ke tanah lapang dan meninggalkan masjidnya, yaitu Masjid Nabawi yang lebih utama dari masjid lainnya. Waktu itu masjid Nabi belum mengalami perluasan seperti sekarang ini.
Namun demikian, menunaikan shalat Id di masjid lebih utama. Imam As-Syafi'i bahkan menyatakan sekiranya masjid tersebut mampu menampung seluruh penduduk di daerah tersebut, maka mereka tidak perlu lagi pergi ke tanah lapang (untuk mengerjakan shalat Id) karena shalat Id di masjid lebih utama. Akan tetapi jika tidak dapat menampung seluruh penduduk, maka tidak dianjurkan melakukan shalat Id di dalam masjid.
أَنَّهُ إِذَا كاَنَ مَسْجِدُ البَلَدِ وَاسِعاً صَلُّوْا فِيْهِ وَلاَ يَخْرُجُوْنَ.... فَإِذَا حَصَلَ ذَالِكَ فَالمَسْجِدُ أَفْضَلُ
”Jika Masjid di suatu daerah luas (dapat menampung jama’ah) maka sebaiknya shalat di Masjid dan tidak perlu keluar.... karena shalat di masjid lebih utama”
Dari fatwa Imam As-Syafi'i ini, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani telah membuat kesimpulan seperti berikut: "Dari sini dapat disimpulkan, bahwa permasalahan ini sangat bergantung kepada luas atau sempitnya sesuatu tempat, kerana diharapkan pada Hari Raya itu seluruh masyarakat dapat berkumpul di suatu tempat. Oleh kerana itu, jika faktor hukumnya (’illatul hukm) adalah agar masyarakat berkumpul (ijtima’), maka shalat Id dapat dilakukan di dalam masjid, maka melakukan shalat Id di dalam masjid lebih utama daripada di tanah lapang". (Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari, jilid 5, h. 283)
Sebenarnya, melaksanakan shalat Id hukumnya sunnah, baik di masjid maupun di lapangan. Akan tetapi melaksanakannya di lapangan maupun di masjid tidak menentukan yang lebih afdhal. Shalat di lapangan akan lebih afdhal jika masjid tidak mampu menampung jema’ah. Akan tetapi menyelenggarakan shalat Id lebih utama di masjid jika masjid (termasuk serambi dan halamannya) mampu menampung jema’ah.
Sekali lagi, fokus utama dalam hukum shalat Id ini adalah dapat berkumpulnya masyarakat untuk menyatakan kemenangan, kebahagiaan dan kebersamaan.
Di antara hikmah berkumpulnya kaum muslimin di satu tempat adalah untuk menampakkan kemenangan kaum muslimin; untuk menguatkan keimanan dan memantapkan keyakinan; untuk menyatakan fenomena kegembiraan pada Hari Raya; untuk menyatakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.
HM Cholil Nafis MA
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU
Posted by Black Cobra 313
Jumat, 04 September 2009
0 comments
Kediri, rabigh
Ribuan santri Pondok PesantrenLirboyo, di Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jumat (4/9) siang menggelar doa bersama untuk para korban gempa Tasikmalaya, Jawa Barat.
Dalam doa yang dipimpin oleh KH. Anwar Mansur, pengasuh pondok, ribuan santri membacakan tahlil bersama, bertempat di Masjid Lawang Songo, lingkungan Ponpes Lirboro. Sedangkan pelaksanaanya, usai Sholat Jumat.
KH Anwar Mansur, usai memimpin tahlil mengatakan, tahlil bersama dilakukan oleh seluruh santri untuk mendoakan para korban gempa Tasikmalaya. "Kita membacakan tahlil untuk mereka para korban gempa Tasikmalaya, semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT," tutur KH Anwar Mansur seperti dilansir beritajatim.com.
Dijelaskan KH Anwar Mansur, memang rencana sebelumnya pada hari ini Jumat ini akan menggelar sholat gaib bersama. Namun, karena sampai saat ini jumlah korban meninggal dunia pada Gempa Tasikmalaya belum diketahui secara pasti, maka kegiatan sholat gaib belum bisa dilakukan hari ini.
"Syarat dari pelaksanaan sholat gaib itu harus diketahui berapa jumlah dari yang meninggal dunia, serta harus sudah dikremasi. Yakni, dimandikan, dikafani dan dimakamkan. Insya Allah, Jumat yang akan datang, kita sudah bisa menggelar sholat gaib," terang KH Anwar Mansur.
Secara terpisah, Muklas, salah satu pengurus Ponpes Lirboyo mengatakan, kegiatan doa bersama, membacakan tahlil sebenarnya sudah dilakukan pascainsiden gempa Tasikmalaya kemarin. "Sebenarnya, kita setiap saat juga mendoakan mereka para korban bencana Tasikmalaya," kata Muklas.
Menurut Muklas, jumlah santri yang ikut dalam tahlil bersama Jumat siang ini sekitar 6.000 santri. Mengingat, dari jumlah total santri yang kini sudah mencapai 10.000 orang, pada bulan Ramadan 1430 H ini banyak yang pulang. (mad)
Jakarta, rabigh
Banyak di antara unsur kader muda NU yang terus aktif berjuang mempertahankan dan mengembangkan ideologi Ahlussunnah Waljamaah kepada masyarakat. Salah satu di antara mereka adalah anak-anak muda NU di Jakarta yang bergabung dalam komunitas-komunitas kecil, seperti Yayasan Jam'iyyatul Ikhwan Paseban Jakarta Pusat.
Anak-anak muda NU ini aktif menyelenggarakan pendidikan kepada generasi Islam di sepanjang bantaran rel kereta api antara Stasiun Senen hingga Jatinegara. Di bulan Ramadhan ini mereka menyelengarakan pesantren Ramadhan dan santunan Yatim Piatu yang berlangsung selama hampir sebulan penuh.
Ketua pelaksana Santunan dan Pesantren Ramadhan, Yusrul Hana mengatakan, pesantren dan santunan ini bertujuan untuk mempertahankan praktik-praktyik Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang rahmatan lil'alamin kepada para generasi Islam.
"Dalam hal ini, kami anak-anak muda NU lebih memfokuskan pembinaan kepada anak-anak kurang mampu di lingkungan bantara rel kereta api. Kami berharap, kondisi mereka yang rentan tidak menimbulkan efek negatif berlebihan bagi masa depan mereka," terang Yusrul.
Lebih lanjut, Yusrul menambahkan, jika tidak dididik, bukan mustahil mereka akan dididik oleh kelompok-kelompok Islam yang berhaluan keras, sehingga situasi jalanan mereka rentan dijadikan pemicu untuk berlaku anarkis atas nama agama.
"Karenanya, kita berjuang sebisa mungkin untuk mengenalkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah sedini mungkin kepada mereka untuk menghindari penyesatan-penyesatan oleh kelompok lain," tandas Yusrul. (min)
Posted by Black Cobra 313
Rabu, 05 Agustus 2009
1 comment
Yogyakarta, rabigh
Penulis novel Habibburrahman El Shirazi menilai tayangan sinetron yang menghiasi layar kaca menyuguhkan tontonan yang tidak menjunjung nilai-nilai keberadaban.
"Tayangan sinetron saat ini justru akan merusak generasi muda, sehingga Indonesia tidak akan menjadi bangsa yang besar," kata novelis yang kerap disapa Kang Abik, di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, sinetron yang sudah tidak menyuguhkan nilai-nilai keberadaban akan membuat generasi muda Indonesia semakin tercerabut dari akar budaya bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral.
"Kami sudah merasa resah dengan perilaku generasi muda saat ini, salah satunya adalah sudah mulai meninggalkan nilai-nilai nasionalisme bangsa," katanya.
Pemerintah, kata novelis asal Semarang itu, harus segera turun tangan menyikapi tayangan sinetron yang semakin malang-melintang pada jam-jam tayang utama.Aktris senior Indonesia, Nani Wijaya mengatakan, penilaian sinetron atau film sudah tidak lagi memberikan pendidikan kepada generasi muda diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat.
"Sebenarnya mudah saja, apabila masyarakat sudah tidak suka dengan sebuah tayangan sinetron, maka dapat segera mematikan televisi," katanya.
Ia mengkritisi banyaknya sinetron yang diproduksi hanya sekadar untuk mengejar "rating" yang berorientasi kepada keuntungan bisnis semata.Badan Sensor Film (BSF) sebagai lembaga yang bertugas menjaga kualitas tontonan, khususnya sinetron dan film belum mampu melakukan tugas dengan maksimal, katanya.
"Salah satu penyebabnya adalah ulah dari oknum yang 'bermain' di dalamnya (BSF), sehingga yang perlu berperan adalah generasi muda itu sendiri," katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) DIY, Suwarsih Madya mengatakan, penumbuhan karakter generasi muda dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi lokal suatu wilayah.
"Jika generasi muda Indonesia berusaha mengejar teknologi dan mengabaikan potensi lokal, saya justru khawatir mereka akan mengalami kesulitan untuk bersaing dengan negara lain," katanya. (ant/mad)
Jakarta, rabigh
Kian maraknya tayangan televisi yang tidak mendidik, menjadi polemik tersendiri bagi kalangan yang peduli akan hal ini. Komunitas Gerakan Moral Ingin Tayangan TV Yang Positif, adalah salah satunya.
Berakar dari rasa keprihatinan akan hilangnya moral dari tayangan televisi, komunitas yang didirikan oleh Bertha Suranto ini, berupaya menyuarakan kepada masyarakat dan para pelaku industri pertelevisian, agar lebih selektif dalam memilih, merancang, dan menayangkan program-program tayangan televisi.
"Aksi nyata kami adalah selektif, pahami, pilah dan pilih, guna menuju tv ramah keluarga," ujar Aqiedah Wahyuni, ketua umum Gerakan Moral Ingin Tayangan TV Yang Positif, dalam siaran pers yang dikirimkan ke media, Selasa (4/8).
Tindakan selektif yakni, menyaring, memahami, memilah dan memilih isi tayangan program televisi yang ditonton. Dengan sasaran akhir yang dituju yaitu menciptakan televisi ramah keluarga. "Yang dapat menjadi sahabat keluarga, maksudnya mengandung unsur edukasi, hiburan, informasi, inspirasi, motivasi dan pendidikan moral," papar Aqiedah.
Beragam aksi nyata telah dilakukan komunitas ini, diantaranya melakukan pendekatan dengan KPI, pembuatan program tayangan televisi yang positif, pemutaran film dokumenter di televisi lokal dan lainnya.
Aqiedah menjelaskan, "Kami berharap masyarakat awam (pemirsa televisi,red), dan pihak-pihak yang berkecimpung dalam industri televisi dan perfilman, termasuk produsen, serta lembaga-lembaga yang berwenang menangani regulasi pertelevisian".
Komunitas yang beranggotakan 10 ribu orang ini, telah memiliki jaringan luas, diantaranya di Jakarta, seputar Pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Aksi kegiatan mensosialisasikan gerakan moral televisi ini pun dilakukan tanpa batas, "Secara online di facebook maupun secara offline di lapangan," tandasnya. (mad
Posted by Black Cobra 313
Minggu, 26 Juli 2009
0 comments
Jakarta, rabigh
Sekolah di Jakarta dilarang mengeluarkan siswa dari keluarga tidak mampu dengan alasan gara-gara tidak mampu berkontribusi biaya.
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto terkait penyusunan rancangan anggaran dan pendapatan belanja sekolah (RAPBS) SMA/SMK, kemarin.
Menurut dia, dalam penyusunan RAPBS yang dilakukan sekolah (SMA/SMK) Negeri bersama-sama dengan pengurus komite sekolah harus berdasarkan lima pedoman.
Yakni,program sekolah disusun dengan berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan untuk peningkatan mutu berdasarkan kemampuan sekolah dengan selalu mengedepankan aspek transparansi dan akuntabilitas.
Mengedepankan musyawarah dan mufakat yang sebaik-baiknya dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat melalui forum komite sekolah dan orang tua siswa.
Memberikan perhatian dan kemudahan terhadap siswa dari keluarga tidak mampu agar tetap terjaga keharmonisan dan kelancaran proses belajar mengajar dengan tetap mengedepankan mutu pendidikan.
Bersama komite sekolah mencari solusi untuk kelancaran proses pembelajaran, ujarnya.
Selain itu, menurut Taufik, tidak diperbolehkan mengeluarkan peserta didik karena alasan tidak mampu berkonstribusi biaya. RAPBS juga harus disusun berdasarkan skala prioritas program dan kegiatan sekolah dengan prinsip efektifitas dan efesiensi serta memperhatikan tingkat sosial ekonomi peserta didik, pembahasan RAPBS dilakukan pada bulan Agustus, katanya.
Menurut dia, sumber RAPBS, berasal dari iuran yang diperoleh dari masyarakat yang dikenal dengan istilah iuran peserta didik baru (IPDB) bagi siswa SD/SMP Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan SMA/SMK kelas I dibebankan hanya sekali yang ditentukan oleh musyawarah antara kepala sekolah, komite sekolah dan orang tua murid.
Selain itu, berasal dari APBD dan APBN, sedangkan untuk SD dan SMP Negeri non RSBI/SBI tidak dipungut biaya, katanya.
Menurut dia, penggunaan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) dan BOS Buku yang telah disepakati kepala sekolah dan komite sekolah dituangkan dalam APBS dan ditandatangani kepala sekolah dan komite sekolah.
Sekolah mengajukan dana BOS sesuai dengan jumlah siswa ke Tim Manajeman BOS Kab/Kota. Tim Manajemen BOS Kab/Kota mendapat alokasi penerimaan dana BOS untuk masing-masing wilayah Kab/Kota.
Berdasarkan SK penetapan Tim Manajemen BOS wilayah, Tim Manajemen BOS Provinsi menetapkan alokasi dana penerima BOS untuk tingkat provinsi.
Menurut dia, pendataan dilakukan Tim Manajemen BOS Kab/Kota dan alokasi ditetapkan sesuai dengan buku panduan BOS. Adapun alokasi biaya BOS sebagai berikut; SD/SDLB Kota Rp 400.000 per siswa/tahun. Sedangkan SMP/SMPLB/SMPT Kota Rp 575.000 per siswa/tahun. Sedangkan biaya operasional pendidikan (BOP) SD Rp 720.000 per siswa/tahun, BOP SMP Rp 1.320.000 per siswa/ tahun. Dana BOS dari pusat masuk ke rekening penampungan Tim Manajemen BOS Provinsi dan kemudian langsung disalurkan ke rekening sekolah masing-masing.
Sementara itu, Kasi Manajemen SMP/SMA Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Lardi mengatakan Iuran Peserta Didik Baru (IPDB) hanya sekali dalam satu tahun. Itupun untuk SD/SMP RSBI dan SMA/SMK. Sedangkan SD/SMP reguler tidak ada uang iuran, ujarnya.
Demikian pula, IRB (Iuran Rutin Bulanan) bagi siswa dikenakan setiap bulannya bagi sekolah RSBI dan SMA/SMK Negeri karena untuk SMA/SMK itu tidak ada dana BOS dan BOP. (kim/mth)