Bani Ibrahim Al Ghozali - Polorejo

Polorejo adalah sebuah nama Desa yang terletak di Ponorogo bagian utara, lebih tepatnya lagi Polorejo bertempat di baratnya terminal baru Selo Aji Ponorogo. Di desa ini terdapat masjid tua yang memiliki sejarah begitu panjang yaitu Masjid Ibrahim Al Ghozali, nama masjid ini sesuai dengan pendirinya yaitu KH. Ibrahim putra dari Al Ghozali Cokromenggalan.
Sedangkan maksud dan tujuan pembuatan blog ini adalah untuk menyambung silaturrahmi para anak cucu keturunan Bani Ibrahim Al Ghozali yang kini sudah menyebar ke berbagai daerah dan bahkan sudah sampai luar negeri. Semoga adanya blog ini bisa bermanfaat bagi keluarga khususnya dan bagi para pengunjung dan pembaca pada umumnya.

Makna Silaturahmi

Oleh Buya Yahya

Semarak hari raya idul fitri kita saksikan. Tradisi mudik, saling berziarah dan halal bihalal mewarnai suasana idul fitri di negri tercinta ini, tentu menelan biaya yang amat besar. Ada yang mereka cari, akan tetapi tidak semua dari mereka menemukan apa yang mereka cari. Ada yang mereka rindukan, akan tetapi tidak semua dari mereka menemukan yang mereka rindukan. Mereka mencari cinta disla-sela kesibukannya. Mereka merindukan cinta ditengah-tengah kekerasan dan kebejatan sebagian bangsa manusia. Mereka tidak butuh gebyar lahir, marak hari raya dan bebagai tradisi yang yang tidak menghadirkan makna cinta. Ada yang perlu dicermati apa yang menjadikan cinta tidak kunjung terwujud dalam kebersamaan bangsa ini, kendati aktivitas lahir penyambung hati sudah dilaksanakan. Cinta tersembunyi dibalik tabir kedengkian, kesombongan, dan kerakusan yang tak terkendalikan, maka sesemarak apapun gebyar silaturahmi lahir kita adakan, jika tabir-tabir tersebut tidak disingkap dan disingkirkan sungguh sinar cinta tidak kunjung memancar di hati kita.

Fudhail Bin ‘Iyadh

Tobat, Gara-gara Wanita Cantik

Pada masanya, Fudhail bin ‘Iyadh adalah seorang yang paling ‘abid, zuhud, wara’, serta paling mengenal Allah SWT.
Sebelumnya, beliau adalah seorang penyamun yang suka membegal orang. Sebab-sebab tobatnya ialah karena pada suatu hari ia tertarik oleh seorang wanita yang sangat cantik. Ketika beliau sedang memanjat tembok rumah wanita itu untuk melampiaskan keinginannya terhadap wanita itu, tiba-tiba terdengar olehnya suara orang yang sedang membaca Al-Qur’an yang artinya:
“Belumlah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (S. Al-Hadid, 16).
Ayat tersebut menembus hati sanubarinya dan sangat mempengaruhinya, sehingga ia menjadi sadar akan dirinya yang telah terperosok selama ini. Lalu ia berkata, “Oh Tuhan, telah tiba sekarang waktunya.” Ia pun bertobat dengan setulus-tulusnya.
Lalu ia hendak pulang ke rumahnya. Tetapi karena hari telah larut malam, ia pun pergi ke suatu reruntuhan. Tiba-tiba tampak olehnya serombongan musafir. Sebagian dari mereka berkata, “Ayo kita berangkat.”
Yang lain menjawab, “Jangan, lebih baik tunggu sampai pagi. Sebab, pada malam-malam seperti inilah Fudhail menjalankan aksinya.” Mendengar percakapan mereka itu, Fudhail lalu menampakkan dirinya sambil berkata, “Akulah Fudhail. Tetapi sekarang, aku telah bertobat dan tidak akan menyamun lagi.”
Banyak ulama memulai tulisannya dengan menceritakan hikayat orang-orang seperti Fudhail ini. Misalnya, Imam Qusyairi. Hal itu disebabkan oleh perbuatan mereka yang semula kurang baik kemudia mereka bertobat dan menjadi orang yang paling baik. Imam Qusyairi memulai pengajarannya dengan hikayat orang-orang seperti Fudhail ini, dengan harapan semoga murid-muridnya yang dahulunya banyak melakukan dosa tidak menjadi putus asa. Kalau saja ia memulai dengan hikayat orang-orang yang sejak mudanya telah tekun berbuat ibadah, seperti al-Junaid dan Sahal bin Abdullah, maka tentu akan ada yang berkata, “Siapa yang akan dapat menandingi mereka yang tidak pernah melakukan perbuatan dosa?” Oleh karena itu, setiap orang dianjurkan agar tidak mudah berputus asa dari rahmat Allah dan agar berbaik sangka kepada-Nya, sambil mengharapkan taufiq dan hidayah-Ny untuk berbuat taat dan melepaskan diri dari belenggu nafsu syahwat dan kelalaian, sehingga termasuk kedalam golongan orang-orang arif. (m.muslih albaroni)

Masdar: Tak pantas Kepentingan Bisnis Menggilas Situs Sejarah

BERKAITAN PENGGUSURAN MAKAM KRAMAT PRIOK

Jakarta, RABIGH
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas’udi meminta pemerintah DKI Jakarta tidak menggunakan ’tangan besi’ dalam menjalankan penggusuran areal sekitar makam Almarhum Habib Al Haddad Al Maghfurlah atau Mbah Priok.

Menurutnya, apapun alasannya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Satpol PP DKI tidak bisa diterima. ”Itu bukan saja pelanggaran norma keadaban tapi sudah merupakan kejahatan dan kebiadaban," katanya kepada NU Online di Jakarta, Rabu (14/4).
”Dimohon otoritas DKI segera turun tangan untuk mencegah hal sejenis, sekarang dan seterusnya. Ini negara hukum, bukan negara tangan besi. Tidak ada yang bisa diselesaikan secara hukum. Apalagi jika mau sedikit menambah dengan akal sehat dan kesantunan,” katanya.

Pihak pemerintah DKI perlu mempertimbangkan aspirasi dari elemen masyarakat. Apalagi penggusuran itu meyanngkut situs sejarah, petilasan dan maqam tokoh Islam yang sangat berjasa dan dihormati.

”Tidak pantas kepentingan bisnis yang memang tidak pernah ada puasnya dibiarkan menggilas saksi-saksi budaya dan keagamaan. Lebih-lebih untuk bangsa yang menjunjung tinggi agama dan keadaban,” katanya.

Keperihatinan serupa disampaikan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta. PWNU DIY menyatakan, apapun latar belakangnya, kekerasan kolektif yang terjadi antara aparat keamanan negara dengan masyarakat Kultural tersebut sungguh tidak bisa ditolerir.

“PWNU DIY mendesak pemerintah untuk secara cepat mengusut tuntas kasus yang terjadi dengan mempertimbangkan keyakinan dan hati nurani kaum Muslimin setempat dengan menindak tegas aparat dan institusi keamanan terkait yang dengan segala arogansi dan ketidakcermatan operasional telah melakukan kecerobohan sosial sangat fatal,” demikian dalam rilis pers PWNU DKI.

PWNU DIY juga mengimbau kepada pihak pemerintag untuk sesegera mungkin melakukan perombakan modus, model dan pendekatan pembangunannya dengan memperhatikan kondisi sosiokultural setempat secara lebih sepadan. (nam)

SAYYID ABBAS AL MALIKI AL HASANI DARI MAKKAH SINGGAH DI LIRBOYO

Kediri.Lirboyo.com-Sebagai rangkaian lawatan keluar negeri, Sayyid Abbas Al Maliki Al Hasani, berkenan singgah di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri (14/04), setelah sebelumnya melakukan kunjungan di Pondok Pesantren Jampes Kediri. Ulama’ besar dari Makkah Almukaromah ini berkunjung di Indonesia setelah 25 hari lamanya, melakukan kunjungan silaturrohim ke negara Britania Raya.
Sayyid Abbas tiba tepat pukul 16.00 Wib dan disambut oleh pengasuh PP. Lirboyo, KH. Ahmad Idris Marzuqi, KH. Imam Yahya Mahrus, KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus, di gerbang Utama Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, selanjutnya Sayyid Abbas di daulat untuk memberikan Mauidzhoh Hasanah kepada ribuan santri PP. Lirboyo, diserambi masjid Lirboyo.

Dalam kesempatan tersebut Sayyid Abbas berpesan agar para santri senantiasa meningkatkan rasa cintanya kepada Nabi Besar Muhammad Saw dalam segala hal “ Kalian semua harus berusaha untuk terus meneladani dan mencintai Nabi Muhamad SAW,”. lebih lanjut Sayyid Abbas menceritakan keakraban orang tua Sayyid Abas dengan KH. Mahrus Aly dan KH. Marzuqi dahlan, yang terjalin pada saat keduanya menunaikan ibadah Haji, sehingga bisa dikatakan kehadiran beliau ini merupakan upaya untuk merekatkan kembali tali silaturohmi.

Menurut salah seorang pengurus pondok pesantren Lirboyo. M. Khoirun Niam ketika dikonfirmasi oleh redaksi Lirboyo.com, menjelaskan “ kehadiran sayyid abbas dilirboyo ini merupakan kunjungan beliau yang kedua, dimana pada tahun 2008 silam Sayyid Abbas pernah berkunjung kelirboyo dengan agenda yang sama.”.



Usai memberikan Mauidzoh Hasanah didepan para santri, Sayyid Abbas berkenan singgah sejenak di kediaman KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus, untuk beramah tamah denan segenap keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo.

Menag: Al-Qur'an Insprirator Penyatuan Gerakan Umat Islam

Jakarta, NU Online
Menteri Agama H Suryadharma Ali mengatakan, Al-Qur`an sebagai kitab petunjuk memiliki posisi sentral dalam kehidupan manusia, sekaligus sebagai inspirator penyatuan gerakan-gerakan umat Islam sepanjang zaman.

"Hal ini terlihat dari bermunculannya gerakan agama seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah maupun organisasi Islam lainnya di seluruh dunia," papar Menag pada acara peluncuran mushaf Al-Qur`an Bayan di Hotel Sahid Jakarta, Selasa (19/1).
Hadir antara lain Dr H Badrudddin (anggota Komisi IX DPR RI), H Marwah Daud (anggota DPR RI), AM Fatwa (anggota DPD utusan DKI Jakarta), Dr H Ahsin Sakho Muhammad (Rektor IIQ Jakarta), dan Dr Muslih Abdul Karim (Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur`an Baitul Qur`an).

Menurut Menag, peluncuran mushaf Al-Qur`an Bayan ini merupakan momentum yang strategis untuk melakukan transenden diri, dan upaya penetralitasan eksistensi kemanusiaan terhadap fenomena kehidupan yang seringkali serba tidak menentu. "Hal ini penting dalam upaya pembentukan optimisme kemanusiaan yang hanif untuk menghadapi perspektif kehidupan di masa datang."

Menag mengajak bangsa Indonesia, khususnya umat Islam untuk melakukan kedekatan dengan Al-Qur`an dan penjelasannya, terutama bagi keluarga dan anak-anak yang merupakan dambaan dan harapan bangsa mendatang yang lebih baik.

Dia mengutip Al Imam Al Hafidh As Suyuthi yang menyatakan bahwa: "Mengajarkan Al-Qur`an pada anak-anak merupakan salah satu dari pokok-pokok Islam agar mereka tumbuh di atas fitrahnya dan agar cahaya hikmah lebih dahulu menancap pada hati-hati mereka sebelum hawa nafsu dan sebelum hati-hati mereka dihitami oleh kotoran maksiat dan kesesatan."

Generasi terbaik umat terdahulu, lanjutnya, telah memberikan teladan pada kita. "Betapa tingginya semangat mereka dalam mengarahkan perbuatan anak-anak mereka agar selaras dengan kitabullah. Kita bisa dapatkan para sahabat yang telah mengajarkan al-Qur`an sejak dini pada anak-anak mereka dan semua itu tidak lepas dari ittiba merekake pada Allah dan Rasulnya," katanya seraya mengutip sabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya".

Sementara itu Rektor IIQ, Dr KH Akhsin Sakho Muhammad mengatakan Al-Qur`an merupakan kitab yang penuh berkah dan mengandung banyak kebaikan, baik kebaikan individual atau masyarakat, keluarga atau negara.

"Orang yang setiap harinya bergaul dengan al-Qur`an akan mendapatkan kebaikan-kebaikan," kata Ahsin yang juga Raisl Majlis Ilmi PP Jam'iyyatul Qura wal Huffazh (JQH) NU.

Menurut Ahsin, membaca Al-Qur`an walaupun tidak mengerti akan mendapat pahala yang berlimpah. "Apalagi mengerti artinya, tentu akan mendatangkan banyak kebaikan dan pahalanya pun berlipat ganda."

Berkaitan dengan mushaf Al-Qur`an Bayan, Ahsin mengomentari bahwa mushaf ini sangat mudah dibaca dan dicerna. "Bahkan walaupun dalam suatu pengajian tidak ada yang mengajarkan atau tidak ada kiainya, maka mushaf Al-Qur`an Bayan ini dapat sebagai pengganti kiai," katanya. (nam)

Fastabiqul Khairat

Oleh : KH. Nasaruddin Umar

BERLOMBA-lombalah ke dalam kebajikan, demikian arti QS al-Baqarah/2 :148 yang menjadi topik tulisan ini. Redaksi yang mirip juga ditemukan dalam QS al-Maidah/5:2: Berlomba-lombalah ke dalam urusan kebaikan dan ketakwaan dan jangan berlomba-lomba ke dalam dosa dan permusuhan. Kedua ayat ini mungkin sangat relevan untuk diangkat guna menyikapi munculnya selebriti media pekan-pekan terakhir ini. Energi publik seperti tersedot untuk menyaksikan pemberitaan berbagai media menyangkut kasus sejumlah oknum.

Instititusi pemerintah dan oknum dibalik institusi tersebut dibuka secara vulgar bahkan ada yang cenderung masuk ke dalam kategori pornoaksi, pemberitaannya diperdengarkan ke seluruh Tanah-Air tanpa sedikitpun mengalami sensor. Pemberitaannya pun ditayangkan berulang-ulang yang didengarkan oleh warga bangsa dengan segala jenis umur.
Pertarungan masing-masing kelompok sedemikian gencar saling menjatuhkan satu sama lain. Bahkan kelompok pihak ketiga yang diminta menangani dan atau mendampingi kasus ini tidak mau kalah vurgar. Tidak ada lagi rahasia. Terjadi atau tidaknya sangkaan dan tuduhan itu dibelakang persoalan, yang penting sudah menjadi head line. Sama sekali tidak terfikirkan bahwa dibalik pemberitaan vulgar itu ada puluhan anak-istri dan karib kerabat yang ikut terpukul dengan pemberitaan itu. Sampai-sampai ada yang strok, stres, dan gagal ginjal karenanya. Mereka hanya bisa dan bersujud dengan memohon perlindungan dan pertolongan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Terlepas siapa yang salah dan siapa yang bernar, media kita telah berhasil mempertontonkan aib putra-putri terbaik bangsanya sendiri di mata orang lain. Akibatnya ruang publik kita sudah dipenuhi dengan energi negatif, yang tidak memungkinkan lahirnya kreasi produktif untuk kejayaan anak-anak bangsa masa depan. Kita sibuk mempertontonkan aib sesama sambil bersorak menyaksikan tersungkurnya orang lain yang di mata Tuhan belum tentu salah. Institusi-institusi pemerintah yang sekian lama dibangun dengan susah payah berangsur-angsur jatuh ke kelas mustadhafin. Apa jadinya sebuah bangsa jika institusi pemerintahnya mengalami kelemahan. Siapa lagi yang akan menjadi pelindung warga, siapa lagi yang akan membela kebenaran dan menjatuhkan sanksi kepada mereka yang bersalah?

Ironisnya, para pihak masing-masing membela diri dengan melibatkan nama Allah sebagai materi sumpah. Tuhanpun diseret-seret ke dalam kasus ini. Bisa dimaklumi jika seseorang hidupnya terpojok lantas berteriak memanggil nama-Nya. Tetapi kita juga menyayangkan nama-nama Tuhan begitu mudah dilibatkan dalam suatu kasus yang sangat rendah. Sumpah dengan menyebut nama Tuhan seperti wallahi, billahi, atau tallahi¸ mestinya tidak segampang itu untuk diumbar. Apalagi kalau hanya digunakan untuk menutupi aib yang bersangkutan.

Sebaiknya mereka yang terlibat jangan meligitimasi kesalahannya dengan nama-nama Allah sebab itu hanya akan menambah kepedihan dirinya sendiri. Selain berdosa karena mungkin memang terlibat, tersiksa lagi dengan sumpah palsu atas nama Tuhan. Lain halnya kalau memang betul-betul yang bersangkutan tidak terlibat, lantas berteriak memanggil Tuhan, karena tidak ada lagi nama lain yang bisa mereka panggil selain Tuhan. Hati-hati dengan orang seperti ini sebab menurut Hadis Nabi, orang yang teraniaya tidak ada jarak dengan Tuhannya. Bisa saja musibah dan siksaan Allah turun menimpa semua, baik yang terlibat maupun yang tidak terlibat dengan kasus itu. Mari kita mengingat sekaligus mengamalkan makna dan hakekat kedua ayat di atas. (Nasaruddin Umar)

Ketentuan dalam Mengadla Shalat

Para mukallaf atau orang-orang dibebani kewajiban-kewajiban agama harus mengganti atau qadla shalat yang ditinggalkan dan dianjurkan dilaksanakan dengan segera.

Para ulama memberikan penjelasan bahwa bila ia tidak melaksanakan shalatnya dengan segera tanpa adanya udzur, maka ia wajib melaksanakan dengan segera. Bahkan ia diharamkan melakukan kesunahan. Bila ia tidak melaksanakan shalat karena ada udzur maka mengadla dengan segera hukumnya sunnah saja.
Apakah wajib mengurutkan shalat yang ditinggalkan? Dalam hal ini para ulama merinci sebagai berikut: Pertama, sunah mentertibkan apabila tidak melakukannya karena ada udzur.

Contoh; seseorang tertidur sebelum masuk waktu dhuhur dan ia bangun pada waktu shalat isya', berarti ia meninggalkan shalat dhuhur, ashar dan maghrib, maka dalam mengadlanya ia sunah mendahulukan shalat dhuhur atas ashar dan mendahulukan shalat ashar atas shalat maghrib

Ketentuan kedua, wajib tertib bila shalat yang ditinggalkan tidak karena ada udzur. Contoh; seseorang meninggalkan shalat dhuhur dan ashar karena tanpa ada udzur, misalnya tidur sudah masuk waktu shalat atau karena malas, maka dalam mengqodlo'nya ia wajib mendahulukan shalat dhuhur atas shalat Ashar.

Namun Imam Romli berpendapat bahwa mentertibkan shalat yang ditinggalkan itu secara mutlak hukumnya sunah, baik meninggalkannya karena ada udzur atau tidak, atau sebagian karena ada udzur dan sebagian yang lain tidak ada udzur, dan pendapat inilah yang dipilih Syaikh Zainuddin Al-Mulaibari, pengarang kitab Qurratul Ain bi Muhimmatid Din.

Ketentuan lain dalam mengadla shalat adalah mendahulukan shalat fait atau shalat yang tidak dilakukan pada waktunya atas shalat hadlirah atau shalat yagn masih berada pada waktunya bila shalat yang tidak dilakukan pada waktunya itu karena ada udzur dan tidak khawatir shalat yang hadliroh itu keluar dari waktunya, walaupun ia khawatir kehilangan jama'ahnya shalat hadliroh.

Bila mendahulukan shalat fait ia khawatir shalat hadlirohnya keluar waktu, misalnya waktunya tinggal sedikit, maka wajib baginya mendahulukan shalat hadliroh. Adapun bila shalat yang ditinggalkan itu tanpa adanya udzur, maka wajib mendahulukan shalat hadlirah.

Bagaimana dengan orang meninggal dan masih memiliki tanggungan shalat? Para ulama' di kalangan Syafi'iyyah berbeda pendapat mengenai ini; Pendapat yang pertama, tidak wajib diqadla ataupun dibayar fidyah, karena urusan dia di dunia sudah selesai dan segala amalnya tinggal mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.

Pendapat kedua, wajib dilakukan (qadla) sebagai ganti dari shalat mayit. Pendapat inilah yang paling banyak dipilih oleh para imam di kalangan Syafi'iyyah, termasuk yang dilakukan oleh Imam As-Subki atas sebagian kerabatnya yang telah meninggal dunia.


KH Abdul Nashir Fattah
Rais Syuriyah PCNU Jombang

Perayaan Ketupat Habiskan 14 Ton Daging dan 11.000 Ekor Ayam

Gorontalo, rabigh
Perayaan ketupat yang digelar pada hari ketujuh bulan Syawal di Gorontalo, menghabiskan sekitar 14 ton daging sapi dan lebih dari 11.000 ekor ayam potong.

Keterangan tersebut diperoleh, Senin, dari hasil investigasi di tiga desa yang menggelar kegiatan tersebut yakni Desa Ombulo, Desa Tunggulo, dan Desa Yosonegoro.
Jumlah daging sapi yang dikonsumsi di Desa Ombulo mencapai 7,728 ton, Desa Tunggulo mencapai 3,144 ton, dan Desa Yosonegoro mencapai 3,386 ton.

Bukan hanya daging sapi yang digunakan warga untuk disuguhkan kepada warga yang berdatangan dari dalam dan luar desa tapi juga menyiapkan daging ayam.

Jumlah ayam potong yang dikonsumsi di setiap desa yakni di Desa Ombulo 3.606 ekor, Desa Tunggulo 4.906 ekor dan untuk Desa Yosonegoro 3.144 ekor.

Data lain yang ditemukan dari warga yakni beras yang dikonsumsi saat perayaan ketupat berlangsung mencapai 55.877 liter.

Jumlah tersebut diperoleh dari setiap desa yakni Desa Ombulo sebanyak 14.323 liter, Desa Tunggulo 24.236 liter, dan untuk Desa Yosonegoro mencapai 17.418 liter.

Data tersebut belum termasuk daerah lainnya yang menggelar perayan ketupat baik di Kabupaten Gorontalo, Kota Gorontalo dan Kabupatan Bone Bolango. (ant/mad)

Ma’ruf Amin: Ideologi Radikal Belum Hilang

Jakarta, rabigh
Meski pihak kepolisian memastikan gembong teroris Noordin M Top telah tewas, namun ideologi radikal masih mungkin berkembang di Indonesia.

Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang fatwa KH Ma’ruf Amin, ideologi radikal bersifat global dan mudah menjalar ke berbagai negara. Ideologi ini sejatinya tidak berasal dari Indonesia.
"Islam di Indonesia itu dibangun pesantren-pesantren, baik pesantren salam (tradisional) maupun pesantren modern. Kedua model pesantren ini moderat dan tidak mengajarkan ideologi radikal," kata Ma'ruf di Jakarta, Jum’at (18/9).

Menurutnya, Indonesia sebagai negeri berbasis Muslim terbesar di Indonesia menjadi target utama penyebaran faham radikal ini. Pihaknya meminta pemerintah terus melakukan pembinaan terhadap masyarakat dengan melibatkan berbagai elemen organisasi Islam.

Sementara itu meski pihak kepolisian telah memastikan jenazah yang ditemukan di Solo adalah Noordin M Top berdasarkan hasil tes sidik jari, hingga kini polisi masih melakukan tes DNA memastikan tewasnya Noordin.

Hasil tes DNA ini akan diumumkan pada Sabtu (19/9) siang. "Kita masih menunggu. Besok siang rilisnya akan diberikan," kata Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Soekarna kepada wartawan di Jakarta, Jumat (18/9). (sam)

Teruslah Berharap Ampunan

Tausiyah Romadhon

Jakarta, rabigh
Di hari-hari terakhir bulan suci Ramadhan, orang-orang mukmin diharapkan terus ber-taqorrub atau mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan terus memperbanyak berdzikir dan sholat malam. Orang-orang mukmin diharapkan tetap tegar beribadah, karena pada hari-hari terakhir bulan Ramadhan inilah waktu-waktu yang paling banyak godaannya.

Pada malam-malam terakhir inilah, akan tempak hamba mana yang mendapatkan hidayah dan keridhoan Allah di bulan Ramadhan. Pada hari-hari terakhir ini, semakin semakin tampak, manakah hamba yang dapat merasakan indahnya Ramadahan dan mana hamba yang justru tertipu oleh nafsunya sendiri.
"Mereka yang merasakan manisnya beribadah, tentu lebih memilih untuk beriktikaf di Masjid-masjid dan memperbanyak berdzikir kepada Allah. Sedangkan mereka yang tertipu oleh nafsunya sendiri, tentu akan lebih suka mendatangi pusat-pusat perbelanjaan untuk memuaskan diri," terang KH Subhan Sullam, Rabu (16/9).

Dalam tausiyahnya di hadapan ratusan jamaah buka puasa bersama yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (PP LDNU) ini Subhan menjelaskan, orang-orang yang dapat meraasakan indahnya beribadah di bulan Ramadhan, tentu akan selalu berharap untuk bertemu dengan malam Lailatul Qodar, sehingga mereka akan terus mempersiapkan diri unruk menyongsongnya.

"Orang mukmin mana yang tidak menginginkan ibadahnya diterima oleh Allah SWT dan dilipatgandakan pahalanya. Namun tentu ini sangat berat, hanya mereka yang mendapatkan pertolongan Allah saja yang dapat memilih dengan benar, yakni semakin khusyuk beribadah di malam-malam terakhir bulan Ramadhan," tandas Subhan. (min)

Lailatul Qadr (hati)

Oleh : KH. Sholahuddin Wahid

MENGALAMI atau mendapatkan Lailatul Qadr (malam kemuliaan) adalah saat yang paling dinanti, paling diinginkan dan diburu oleh setiap Muslim. Diyakini bahwa malam itu lebih utama dari pada 1.000 bulan, atau lebih dari 80 tahun. Kita tahu bahwa amat sangat sedikit manusia Indonesia yang bisa mencapai usia 80 tahun. Usia harapan hidup kita saat ini dibawah 70 tahun.

Wajar kalau tidak dijelaskan kapan malam ke muliaan itu akan berlangsung, sebab kalau dipastikan tentu semua Muslim akan merasa memperoleh atau mengalami malam kemuliaan itu. Kalau sudah mengalaminya, seseorang bisa merasa sudah punya deposito amal yang banyak sehingga mungkin berpikir boleh berbuat dosa ringan. Padahal kita beribadah bukan seperti menghitung aliran pahala dan dosa.
Umumnya kita menganggap bahwa malam kemuliaan itu terjadi pada malam likuran yang ganjil dari bulan Ramadhan. Ada yang menganggap bahwa malam kemuliaan itu tepat pada hari turunnya Al-Quran (nuzul Al-Quran). Ada yang menganggapnya pada malam ke-27 Ramadhan. Tetapi timbul masalah bagaimana kalau kita memulai puasa Ramadhan pada tanggal yang berbeda.

Kita serahkan pada masing-masing untuk menentukan dan meyakini pada tanggal berapa Ramadhan, malam kemuliaan itu berlangsung. Ketidakjelasan mana tanggal yang pasti justru akan mendorong kita untuk memperbanyak ibadah guna meraih malam kemuliaan itu.

Apa ada tanda dari berlangsungnya malam kemuliaan itu? Ada ulama yang menyatakan bahwa tanda pertama ialah pada pagi dan siang hari sebelumnya, matahari bersinar tidak terlalu panas, sesuai Hadits riwayat Muslim. Tanda kedua: pada malam harinya langit tampak bersih, tidak tampak awan sedikitpun, suasana tenang dan sunyi, hawa tidak panas dan tidak dingin.

Tanda-tanda seperti di atas juga disampaikan oleh puisi Taufiq Ismail yang dinyanyikan oleh Trio Bimbo. Dengan adanya perubahan iklim akibat pemanasan global, apakah tanda itu masih bisa kita pegang? Sekali lagi, justru ketidakpastian waktu dan tanda-tanda alam akan mendorong kita untuk lebih rajin beribadah memburunya.

Mungkin akan lebih bermanfaat bila kita melihat tanda-tanda yang ada pada diri kita. Maksudnya ialah mengetahui sejauhmana ibadah puasa telah memberi dampak pada diri kita. Sejauhmana kita mampu melakukan pengendalian diri terhadap dorongan negatif yang timbul dalam diri kita.

Salah satu tandanya ialah sejauhmana perilaku kita berubah setelah kita menjalani penyucian diri selama Ramadhan. Sejauhmana terjadi peningkatan kesalehan personal (ritual), kesalehan sosial, kesalehan profesional kita. Apalagi kalau kita juga mempunyai kesalehan terhadap alam.

Kalau kita masih sulit untuk berderma, berkata kasar, mudah mengambil hak orang lain, memperdagangkan hukum, melakukan komersialisasi jabatan (dalam berbagai bentuk cara), amat sulit untuk bisa mengatakan bahwa kita telah mengalami malam kemuliaan.

Secara relatif tidak banyak Muslim di Indonesia yang mampu memenangi puasa yang sesungguhnya, bukan hanya puasa fisik. Semoga semakin banyak Muslim di Indonesia yang bisa memperbaiki perilakunya dalam kehidupan pribadi, sosial, dan profesi. Terutama mereka yang mempunyai posisi menentukan (memberi izin, memutuskan perkara di lembaga penegak hukum, menentukan pemenang lelang).(Salahuddin Wahid, Pengasuh Pesantren Tebuireng)

MUI Luruskan Salah Paham Beda Metode Penentuan 1 Syawal

Jakarta, rabigh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meluruskan kesalahpahaman di kalangan masyarakat tentang perbedaan metode penentuan 1 Syawal atau bulan-bulan lainnya seperti yang diyakini Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah atau ormas Islam lainnya.

Bagi sebagian masyarakat, Muhammadiyah dikenal menggunakan metode hisab (perhitungan astronomis). Sementara, NU seringkali disebut-sebut hanya menggunakan metode rukyat (pengamatan terhadap bulan sebagai penanda pergantian kalender). Padahal, pandangan tersebut tidak benar.
“Semua (ormas) menggunakan metode hisab. NU juga menggunakan metode hisab untuk menentukan 1 Syawal atau bulan-bulan lainnya. Hanya, selain menentukan melalui metode hisab, NU memerlukan pembuktian, yakni dengan cara rukyat,” terang Ketua MUI, KH Ma’ruf Amin, kepada wartawan di kantor MUI, Jakarta, Selasa (15/9).

Ia mencontohkan penentuan 1 Syawal tahun ini yang diperkirakan sama antara NU dan Muhammadiyah: pada Ahad, 20 September 2009. Hal tersebut terjadi karena proses hisab antara NU dan Muhammadiyah menunjukkan hasil yang sama, yakni perkiraan ketinggian bulan yang sudah mencapai 3-5 derajat pada Sabtu, 19 September malam.

Hal tersebut juga didasari dua pola pendekatan, yakni pendekatan wujudul hilal dan imkanur rukyat.

Wujudul hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapa pun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam.

“Kalau menurut pendekatan wujudul hilal ketinggian minimal untuk melihat hilal, bisa 0,5 derajat atau 1 derajat sudah cukup,” terang Kiai Ma’ruf.

Sedangkan imkanur rukyat adalah kesepakatan Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura tentang ketinggian minimal untuk melihat hilal, yakni, minimal 2 derajat. (rif)

Sholah Ied Afdhol Di Masjid

Hukum Shalat Id di Masjid atau di Lapangan

Hukum shalat Idul Fitri dan Idul Adha adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan tetapi tidak wajib). Meskipun ibadah sunnah muakkadah, Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkannya setiap tahun dua kali.

Imam As-Syaukani berkata: "Ketahuilah bahwasanya Nabi SAW terus-menerus mengerjakan dua shalat Id ini dan tidak pernah meninggalkannya satu pun dari beberapa Id. Nabi memerintahkan umatnya untuk keluar padanya, hingga menyuruh wanita, gadis-gadis pingitan dan wanita yang haid.”
“Beliau menyuruh wanita-wanita yang haid agar menjauhi shalat dan menyaksikan kebaikan serta panggilan kaum muslimin. Bahkan beliau menyuruh wanita yang tidak mempunyai jilbab agar saudaranya meminjamkan jilbabnya.”

Shalat Id tidak disyaratkan harus dilaksanakan di Masjid. Bahkan menurut pendapat Imam Malik shalat Id juga baik dilaksanakan di lapangan terbuka. Karena Nabi Muhammad SAW juga melakukan shalat Id di lapangan kecuali karena ada hujan atau penghalang lainnya.

Adapun perbedaan di antara tanah lapang dengan masjid bahwa tanah lapang berada di tempat terbuka, sedangkan masjid berada di dalam sebuah tempat (bangunan) yang tertutup.

عَنْ أَبِي سَعِيْدِ الْخُدْرِي رضي الله عنه قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَ اْلأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى. فَأَوَّلُ شَيْئٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَة، ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُوْمُ مُقَابِلَ النَّاسِ، وَ النَّاسُ جُلُوْسٌ عَلَى صُفُوْفِهِمْ، فَيَعِظُهُمْ وَ يُوْصِيْهِمْ وَ يَأْمُرُهُمْ. فَإِنْ كَانَ يُرِيْدُ أَنْ يَقْطَعَ بَعْثًا قَطَعَهُ، أَوْ يَأْمُرُ بِشَيْئٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ

“Dari Abi Sa'id Al-Khudri RA, ia berkata: "Rasulullah SAW biasa keluar menuju mushalla (tanah lapang/lapangan) pada hari Idul Fitri dan Adha. Hal pertama yang beliau lakukan adalah shalat. Kemudian beliau berpaling menghadap manusia, di mana mereka dalam keadaan duduk di shaf-shaf mereka. Beliau memberi pelajaran, wasiat, dan perintah. Jika beliau ingin mengutus satu utusan, maka (beliau) memutuskannya. Atau bila beliau ingin memerintahkan sesuatu, maka beliau memerintahkannya dan kemudian berpaling ...." (HR. Bukhari 2/259-260, Muslim 3/20, Nasa`i 1/234; )

Mengerjakan shalat Id di mushalla (tanah lapang) adalah sunnah, kerana dahulu Nabi SAW keluar ke tanah lapang dan meninggalkan masjidnya, yaitu Masjid Nabawi yang lebih utama dari masjid lainnya. Waktu itu masjid Nabi belum mengalami perluasan seperti sekarang ini.

Namun demikian, menunaikan shalat Id di masjid lebih utama. Imam As-Syafi'i bahkan menyatakan sekiranya masjid tersebut mampu menampung seluruh penduduk di daerah tersebut, maka mereka tidak perlu lagi pergi ke tanah lapang (untuk mengerjakan shalat Id) karena shalat Id di masjid lebih utama. Akan tetapi jika tidak dapat menampung seluruh penduduk, maka tidak dianjurkan melakukan shalat Id di dalam masjid.

أَنَّهُ إِذَا كاَنَ مَسْجِدُ البَلَدِ وَاسِعاً صَلُّوْا فِيْهِ وَلاَ يَخْرُجُوْنَ.... فَإِذَا حَصَلَ ذَالِكَ فَالمَسْجِدُ أَفْضَلُ

”Jika Masjid di suatu daerah luas (dapat menampung jama’ah) maka sebaiknya shalat di Masjid dan tidak perlu keluar.... karena shalat di masjid lebih utama”

Dari fatwa Imam As-Syafi'i ini, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani telah membuat kesimpulan seperti berikut: "Dari sini dapat disimpulkan, bahwa permasalahan ini sangat bergantung kepada luas atau sempitnya sesuatu tempat, kerana diharapkan pada Hari Raya itu seluruh masyarakat dapat berkumpul di suatu tempat. Oleh kerana itu, jika faktor hukumnya (’illatul hukm) adalah agar masyarakat berkumpul (ijtima’), maka shalat Id dapat dilakukan di dalam masjid, maka melakukan shalat Id di dalam masjid lebih utama daripada di tanah lapang". (Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari, jilid 5, h. 283)

Sebenarnya, melaksanakan shalat Id hukumnya sunnah, baik di masjid maupun di lapangan. Akan tetapi melaksanakannya di lapangan maupun di masjid tidak menentukan yang lebih afdhal. Shalat di lapangan akan lebih afdhal jika masjid tidak mampu menampung jema’ah. Akan tetapi menyelenggarakan shalat Id lebih utama di masjid jika masjid (termasuk serambi dan halamannya) mampu menampung jema’ah.

Sekali lagi, fokus utama dalam hukum shalat Id ini adalah dapat berkumpulnya masyarakat untuk menyatakan kemenangan, kebahagiaan dan kebersamaan.

Di antara hikmah berkumpulnya kaum muslimin di satu tempat adalah untuk menampakkan kemenangan kaum muslimin; untuk menguatkan keimanan dan memantapkan keyakinan; untuk menyatakan fenomena kegembiraan pada Hari Raya; untuk menyatakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.


HM Cholil Nafis MA
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU

Santri Lirboyo Tahlil untuk Korban Gempa Tasikmalaya

Kediri, rabigh
Ribuan santri Pondok PesantrenLirboyo, di Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jumat (4/9) siang menggelar doa bersama untuk para korban gempa Tasikmalaya, Jawa Barat.

Dalam doa yang dipimpin oleh KH. Anwar Mansur, pengasuh pondok, ribuan santri membacakan tahlil bersama, bertempat di Masjid Lawang Songo, lingkungan Ponpes Lirboro. Sedangkan pelaksanaanya, usai Sholat Jumat.
KH Anwar Mansur, usai memimpin tahlil mengatakan, tahlil bersama dilakukan oleh seluruh santri untuk mendoakan para korban gempa Tasikmalaya. "Kita membacakan tahlil untuk mereka para korban gempa Tasikmalaya, semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT," tutur KH Anwar Mansur seperti dilansir beritajatim.com.

Dijelaskan KH Anwar Mansur, memang rencana sebelumnya pada hari ini Jumat ini akan menggelar sholat gaib bersama. Namun, karena sampai saat ini jumlah korban meninggal dunia pada Gempa Tasikmalaya belum diketahui secara pasti, maka kegiatan sholat gaib belum bisa dilakukan hari ini.

"Syarat dari pelaksanaan sholat gaib itu harus diketahui berapa jumlah dari yang meninggal dunia, serta harus sudah dikremasi. Yakni, dimandikan, dikafani dan dimakamkan. Insya Allah, Jumat yang akan datang, kita sudah bisa menggelar sholat gaib," terang KH Anwar Mansur.

Secara terpisah, Muklas, salah satu pengurus Ponpes Lirboyo mengatakan, kegiatan doa bersama, membacakan tahlil sebenarnya sudah dilakukan pascainsiden gempa Tasikmalaya kemarin. "Sebenarnya, kita setiap saat juga mendoakan mereka para korban bencana Tasikmalaya," kata Muklas.

Menurut Muklas, jumlah santri yang ikut dalam tahlil bersama Jumat siang ini sekitar 6.000 santri. Mengingat, dari jumlah total santri yang kini sudah mencapai 10.000 orang, pada bulan Ramadan 1430 H ini banyak yang pulang. (mad)

Anak-anak Muda NU Selenggarakan Pesantren Ramadhan dan Santunan YatimPiatu

Jakarta, rabigh
Banyak di antara unsur kader muda NU yang terus aktif berjuang mempertahankan dan mengembangkan ideologi Ahlussunnah Waljamaah kepada masyarakat. Salah satu di antara mereka adalah anak-anak muda NU di Jakarta yang bergabung dalam komunitas-komunitas kecil, seperti Yayasan Jam'iyyatul Ikhwan Paseban Jakarta Pusat.

Anak-anak muda NU ini aktif menyelenggarakan pendidikan kepada generasi Islam di sepanjang bantaran rel kereta api antara Stasiun Senen hingga Jatinegara. Di bulan Ramadhan ini mereka menyelengarakan pesantren Ramadhan dan santunan Yatim Piatu yang berlangsung selama hampir sebulan penuh.
Ketua pelaksana Santunan dan Pesantren Ramadhan, Yusrul Hana mengatakan, pesantren dan santunan ini bertujuan untuk mempertahankan praktik-praktyik Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang rahmatan lil'alamin kepada para generasi Islam.

"Dalam hal ini, kami anak-anak muda NU lebih memfokuskan pembinaan kepada anak-anak kurang mampu di lingkungan bantara rel kereta api. Kami berharap, kondisi mereka yang rentan tidak menimbulkan efek negatif berlebihan bagi masa depan mereka," terang Yusrul.

Lebih lanjut, Yusrul menambahkan, jika tidak dididik, bukan mustahil mereka akan dididik oleh kelompok-kelompok Islam yang berhaluan keras, sehingga situasi jalanan mereka rentan dijadikan pemicu untuk berlaku anarkis atas nama agama.

"Karenanya, kita berjuang sebisa mungkin untuk mengenalkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah sedini mungkin kepada mereka untuk menghindari penyesatan-penyesatan oleh kelompok lain," tandas Yusrul. (min)

Sinetron tidak Menjunjung Keberadaban

Yogyakarta, rabigh
Penulis novel Habibburrahman El Shirazi menilai tayangan sinetron yang menghiasi layar kaca menyuguhkan tontonan yang tidak menjunjung nilai-nilai keberadaban.

"Tayangan sinetron saat ini justru akan merusak generasi muda, sehingga Indonesia tidak akan menjadi bangsa yang besar," kata novelis yang kerap disapa Kang Abik, di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, sinetron yang sudah tidak menyuguhkan nilai-nilai keberadaban akan membuat generasi muda Indonesia semakin tercerabut dari akar budaya bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral.

"Kami sudah merasa resah dengan perilaku generasi muda saat ini, salah satunya adalah sudah mulai meninggalkan nilai-nilai nasionalisme bangsa," katanya.

Pemerintah, kata novelis asal Semarang itu, harus segera turun tangan menyikapi tayangan sinetron yang semakin malang-melintang pada jam-jam tayang utama.Aktris senior Indonesia, Nani Wijaya mengatakan, penilaian sinetron atau film sudah tidak lagi memberikan pendidikan kepada generasi muda diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat.

"Sebenarnya mudah saja, apabila masyarakat sudah tidak suka dengan sebuah tayangan sinetron, maka dapat segera mematikan televisi," katanya.

Ia mengkritisi banyaknya sinetron yang diproduksi hanya sekadar untuk mengejar "rating" yang berorientasi kepada keuntungan bisnis semata.Badan Sensor Film (BSF) sebagai lembaga yang bertugas menjaga kualitas tontonan, khususnya sinetron dan film belum mampu melakukan tugas dengan maksimal, katanya.

"Salah satu penyebabnya adalah ulah dari oknum yang 'bermain' di dalamnya (BSF), sehingga yang perlu berperan adalah generasi muda itu sendiri," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) DIY, Suwarsih Madya mengatakan, penumbuhan karakter generasi muda dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi lokal suatu wilayah.

"Jika generasi muda Indonesia berusaha mengejar teknologi dan mengabaikan potensi lokal, saya justru khawatir mereka akan mengalami kesulitan untuk bersaing dengan negara lain," katanya. (ant/mad)

Gerakan Moral Menuju TV Ramah Keluarga

Jakarta, rabigh
Kian maraknya tayangan televisi yang tidak mendidik, menjadi polemik tersendiri bagi kalangan yang peduli akan hal ini. Komunitas Gerakan Moral Ingin Tayangan TV Yang Positif, adalah salah satunya.

Berakar dari rasa keprihatinan akan hilangnya moral dari tayangan televisi, komunitas yang didirikan oleh Bertha Suranto ini, berupaya menyuarakan kepada masyarakat dan para pelaku industri pertelevisian, agar lebih selektif dalam memilih, merancang, dan menayangkan program-program tayangan televisi.
"Aksi nyata kami adalah selektif, pahami, pilah dan pilih, guna menuju tv ramah keluarga," ujar Aqiedah Wahyuni, ketua umum Gerakan Moral Ingin Tayangan TV Yang Positif, dalam siaran pers yang dikirimkan ke media, Selasa (4/8).

Tindakan selektif yakni, menyaring, memahami, memilah dan memilih isi tayangan program televisi yang ditonton. Dengan sasaran akhir yang dituju yaitu menciptakan televisi ramah keluarga. "Yang dapat menjadi sahabat keluarga, maksudnya mengandung unsur edukasi, hiburan, informasi, inspirasi, motivasi dan pendidikan moral," papar Aqiedah.

Beragam aksi nyata telah dilakukan komunitas ini, diantaranya melakukan pendekatan dengan KPI, pembuatan program tayangan televisi yang positif, pemutaran film dokumenter di televisi lokal dan lainnya.

Aqiedah menjelaskan, "Kami berharap masyarakat awam (pemirsa televisi,red), dan pihak-pihak yang berkecimpung dalam industri televisi dan perfilman, termasuk produsen, serta lembaga-lembaga yang berwenang menangani regulasi pertelevisian".

Komunitas yang beranggotakan 10 ribu orang ini, telah memiliki jaringan luas, diantaranya di Jakarta, seputar Pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Aksi kegiatan mensosialisasikan gerakan moral televisi ini pun dilakukan tanpa batas, "Secara online di facebook maupun secara offline di lapangan," tandasnya. (mad

Sekolah Dilarang Keluarkan Siswa dengan Alasan Biaya

Jakarta, rabigh
Sekolah di Jakarta dilarang mengeluarkan siswa dari keluarga tidak mampu dengan alasan gara-gara tidak mampu berkontribusi biaya.

Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto terkait penyusunan rancangan anggaran dan pendapatan belanja sekolah (RAPBS) SMA/SMK, kemarin.
Menurut dia, dalam penyusunan RAPBS yang dilakukan sekolah (SMA/SMK) Negeri bersama-sama dengan pengurus komite sekolah harus berdasarkan lima pedoman.
Yakni,program sekolah disusun dengan berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan untuk peningkatan mutu berdasarkan kemampuan sekolah dengan selalu mengedepankan aspek transparansi dan akuntabilitas.
Mengedepankan musyawarah dan mufakat yang sebaik-baiknya dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat melalui forum komite sekolah dan orang tua siswa.

Memberikan perhatian dan kemudahan terhadap siswa dari keluarga tidak mampu agar tetap terjaga keharmonisan dan kelancaran proses belajar mengajar dengan tetap mengedepankan mutu pendidikan.
Bersama komite sekolah mencari solusi untuk kelancaran proses pembelajaran, ujarnya.

Selain itu, menurut Taufik, tidak diperbolehkan mengeluarkan peserta didik karena alasan tidak mampu berkonstribusi biaya. RAPBS juga harus disusun berdasarkan skala prioritas program dan kegiatan sekolah dengan prinsip efektifitas dan efesiensi serta memperhatikan tingkat sosial ekonomi peserta didik, pembahasan RAPBS dilakukan pada bulan Agustus, katanya.

Menurut dia, sumber RAPBS, berasal dari iuran yang diperoleh dari masyarakat yang dikenal dengan istilah iuran peserta didik baru (IPDB) bagi siswa SD/SMP Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan SMA/SMK kelas I dibebankan hanya sekali yang ditentukan oleh musyawarah antara kepala sekolah, komite sekolah dan orang tua murid.

Selain itu, berasal dari APBD dan APBN, sedangkan untuk SD dan SMP Negeri non RSBI/SBI tidak dipungut biaya, katanya.

Menurut dia, penggunaan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) dan BOS Buku yang telah disepakati kepala sekolah dan komite sekolah dituangkan dalam APBS dan ditandatangani kepala sekolah dan komite sekolah.
Sekolah mengajukan dana BOS sesuai dengan jumlah siswa ke Tim Manajeman BOS Kab/Kota. Tim Manajemen BOS Kab/Kota mendapat alokasi penerimaan dana BOS untuk masing-masing wilayah Kab/Kota.
Berdasarkan SK penetapan Tim Manajemen BOS wilayah, Tim Manajemen BOS Provinsi menetapkan alokasi dana penerima BOS untuk tingkat provinsi.

Menurut dia, pendataan dilakukan Tim Manajemen BOS Kab/Kota dan alokasi ditetapkan sesuai dengan buku panduan BOS. Adapun alokasi biaya BOS sebagai berikut; SD/SDLB Kota Rp 400.000 per siswa/tahun. Sedangkan SMP/SMPLB/SMPT Kota Rp 575.000 per siswa/tahun. Sedangkan biaya operasional pendidikan (BOP) SD Rp 720.000 per siswa/tahun, BOP SMP Rp 1.320.000 per siswa/ tahun. Dana BOS dari pusat masuk ke rekening penampungan Tim Manajemen BOS Provinsi dan kemudian langsung disalurkan ke rekening sekolah masing-masing.

Sementara itu, Kasi Manajemen SMP/SMA Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Lardi mengatakan Iuran Peserta Didik Baru (IPDB) hanya sekali dalam satu tahun. Itupun untuk SD/SMP RSBI dan SMA/SMK. Sedangkan SD/SMP reguler tidak ada uang iuran, ujarnya.

Demikian pula, IRB (Iuran Rutin Bulanan) bagi siswa dikenakan setiap bulannya bagi sekolah RSBI dan SMA/SMK Negeri karena untuk SMA/SMK itu tidak ada dana BOS dan BOP. (kim/mth)

Keluarga Syekh Ihsan Sesalkan Penggantian Nama Pengarang

Kediri, rabigh
Keluarga Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes di Kediri, Jawa Timur, menyesalkan penggantian nama pengarang kitab Sirajut Thalibin dua jilid oleh penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah Beirut, Lebanon.

Seperti diberitakan di situs ini nama Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri atau lebih dikenal kalangan pesantren sebagai Syekh Ihsan Jampes pengarang kitab Sirajut Thalibin diganti dengan Syekh Ahmad Zaini Dahlan dalam kitab yang diterbitkan oleh Darul Kutub Al-Ilmiyah, dan bahkan kitab versi baru ini sudah beredar di Indonesia.
Cucu Syeh Ihsan Jampes, KH Busrol Karim menyatakan dirinya sudah mengetahui penggantian nama pengarang itu sejak dua tahun yang lalu.

”Saya sudah tahu sejak tahun 2007, tapi ya bagaimana lagi,” katanya saat menghadiri haul KH Masruhin Muhsin di Pondok Pesantren Nurul Amin, Jampes, Kediri, Ahad (19/7) lalu, yang masih merupakan keluarga Syekh Ihsan Jampes.

Berdasarkan penelusuran, kitab Sirajut Thalibin terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyah dicetak untuk pertama kalinya pada 2006 dan pada 2007 sudah beredar di Jakarta.

KH Abidurrahman Masrukhin, Pengasuh Pesantren Nurul Amin Jampes, mengatakan, kitab Sirajut Thalibin bajakan itu bahkan kisi sudah beredar di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, salah satu pesantren terbesar di Jawa.

”Saya pernah akan membeli kitab ini di Lirboyo, tapi kog jadi begitu (pengarangnya diganti, red),” kata Gus Abid, panggilan Akrab KH Abidurrahman Masruhin.

Gus Abid adalah kiai yang mewarisi pengajian kitab Sirajut Thalibin dari ayahnya KH Masruhin yang langsung berguru kepada Syeh Ihsan. Gus Abid mengaji kitab ini pada malam Sabtu, Ahad, dan Senin bersama santri dan masyrakat setempat di masjid Pesantren Nurul Amin.

Pihak keluarga akan mengusut kasus ini dan menuntut pertanggungjawaban penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah, bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat Lajnah ta’lif wan Nasyr (LTN) NU di Jakarta.

KH Irfan Masruhin (Gus Irfan) ditunjuk untuk melaksanakan tugas ini. ”Saya sudah berbicara dengan keluarga, saya yang dipercaya untuk mengurus ini,” kata Gus Irfan (nam)